Kaya Dalam Islam
Di antara perbedaan yang sangat menonjol antara ajaran Islam dengan selainnya adalah cara Islam menilai kedudukan seorang manusia. Manusia yang tidak memahami hakikat Allah dan dirinya akan menilai derajat orang lain sebatas pada kekayaan yang dimilikinya. Tetapi, Islam sama sekali tidak memandang manusia pada atribut dhohirnya. Oleh karena itu, keadilan, kesamaan hak di hadapan hukum dan seluruh bidang kehidupan antara orang miskin dan orang kaya, pejabat dan rakyat, semuanya sama.
Islam telah mengatur semua aspek kehidupan salah satunya bagi seorang muslim untuk menunaikan kewajibanya yakni mengeluarkan Zakat Fitrah, Infak maupun Sedekah serta juga memerintahkan kepada orang kaya atau orang yang memiliki kelebihan harta untuk mengeluarkan Zakat harta seperti zakat penghasilan, zakat profesi dan juga zakat dari harta yang di simpan jika sudah memenuhi hisab dan haulnya.
Karena berzakat termasuk salah satu rukun Islam setelah Syahadat, Sholat, dan puasa. Hal ini telah diketahui bersama sebagaimana ditegaskan oleh sabda Rasul dalam hadits yang artinya: “Islam dibangun diatas lima hal: Kesaksian kesungguhan tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, Melaksanakan Sholat, Membayar zakat, Haji dan Puasa Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim).
Hanya dengan cara pandang agama, manusia akan percaya bahwa sesungguhnya kekayaan tidak selalu berwujud harta benda. Kekayaan yang sebenarnya tidak selalu diukur dengan besarnya angka-angka materi. Keluasan hati saat seorang hamba mampu menekan hawa nafsunya, bersikap menerima dan mensyukuri apa yang ada justru Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam nyatakan sebagai kekayaan yang sebenarnya. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Kekayaan bukanlah banyak harta benda, akan tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim).
Oleh karena itu kekayaan sesungguhnya adalah kekayaan jiwa. Orang yang merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak terlalu berambisi untuk menambah hartanya dan terus-menerus mencarinya, maka berarti ia orang yang kaya. Pada hakikatnya orang kaya adalah orang yang senantiasa berbagai kepada sesama serta member kepada mereka yang membutuhkan dimana dalam sebahagian harta yang kita miliki merupakan hak atas orang lain sehingga Islam menganjurkan bagi ummat muslim yang berkelebihan harta untuk mengeluarkan Zakatnya 2,5%, Infak maupun sedekah yang dapat disalurkan melalui Lembaga-lembaga Amil Zakat Infak Sedekah seperti Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa, BAZNAS dan lain-lain yang telah mendapat Izin dari Pemerintah.
Miskin Dalam Islam
Mendengar kata miskin semua
orang pasti akan beranggapan sama bahwa kemiskinan adalah status sosial yang
tidak diinginkan oleh setiap masyarakat, kemiskinan menjadi momok menakutkan
bagi setiap manusia hidup karena takut akan tidak terpenuhinya segala macam
kebutuhan dalam hidupnya.
Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2019 mencapai
25,14 juta jiwa atau sekitar 9,82% dari total penduduk. Hal ini merupakan PR
buat pemerintah untuk terus berupaya menurunkan angka kemiskinan tersebut.
Betapa hebat dan indahnya ajaran Islam. Sejauh mereka umat Islam yang benar-benar teguh imannya, kemiskinan tidak akan membawa mereka pada perilaku hina dengan meminta-minta kepada manusia.
Kemiskinan dalam Islam bukanlah hal hina. Oleh karena itu, mari kuatkan kepedulian kita terhadap sesama, terutama terhadap hamba-hamba Allah yang diuji dengan kemiskinan. Kita jangan sampai tertipu merasa diri lebih disayang Allah hanya karena segala benda kita punya. Andai pun itu ada dalam genggaman kita, membantu mereka adalah langkah cerdas untuk selamat dunia-akhirat. Karena Kemiskinan dan kekayaan hanyalah ujian. Kaya atau miskin bukan urusan mulia atau hina. Kekayaan bisa berarti siksaan, sedangkan kemiskinan bisa jadi karunia.
Dan, termasuk pendusta agama adalah orang yang tidak memberikan perhatian kepada orang-orang miskin. Padahal, di dalam diri orang miskin ada berkah yang sangat besar bila kita ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka. Dan, perlu dicatat, doa orang-orang miskin yang terzalimi sangat makbul; ampuh dan dijawab langsung oleh Allah Ta’ala. Seperti yangh disebutkan dalam Al-Qur’an “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (QS. Al-Ma’un [107]:
Amil
Amil Zakat adalah orang yang mendapatkan tugas dari negara, Organisasi, Lembaga atau Yayasan untuk mengurusi zakat. Dalam hal ini yang dikatakan Amil ialah mereka yang keseharianya bekerja hanya fokus dalam menghimpun dana Zakat, Infak dan Sedekah baik di lembaga yang dibentuk oleh Negara maupun Organisasi seperti BAZNAS, Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa dan lain-lain.
Amil juga tertera dalam Al-Qur’an pada surah At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima Zakat yaitu:fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan.
Lembaga Amil Zakat yang terdaftar di Kementerian Agama antara lain: BAZNAS, Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat dll yang merupakan lembaga resmi yang telah memiliki izin untuk mengelola dana Zakat, Infak dan Sedekah dari Masyarakat. Para pekerja dilembaga tersebut itulah yang dikatakan Amil beda halnya dengan Panitia Zakat dalam pengumpulan Zakat Fitrah karena bukan menjadi fokus kesehariannya dalam mengumpulakan Zakat.
Dalam hal ini tugas utama seorang amil zakat yakni menjadi penghubung antara orang yang berkelebihan harta dengan orang yang kekurangan harta yang dihimpun baik berupa Zakat, Infak dan Sedekah yang kemudian disalurkan kembali kepada mereka yang membutuhkan sesuai dengan dalil Al-Qur’an dalam surah At-Taubah ayat 60 salah satunya Fakir dan Miskin dalam bentuk program-program pemberdayaan maupun bantuan secara tunai.
Aspek penyaluran zakat memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan Zakat Nasional. Di satu sisi, penyaluran zakat merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan para mustahik (Miskin). Sementara di sisi lain, program-program penyaluran zakat akan memengaruhi persepsi dan kepercayaan publik mengenai pengelolaan zakat, apakah tepat sasaran atau tidak. Wajah pengelolaan zakat akan sangat dipengaruhi oleh kinerja penyaluran zakat yang dilakukan oleh lembaga zakat resmi, baik BAZNAS, Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat) lainya.
Dalam hal ini seorang Amil Zakat yang dibawah naungan Lembaga Resmi biasanya dalam penyaluran Zakat terbagai menjadi dua yaitu Pendistribusian dan pendayagunaan. Pendistribusian adalah kegiatan penyaluran zakat yang bersifat konsumtif, karitatif, dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan mendesak mustahik pada jangka pendek. Adapun pendayagunaan adalah kegiatan penyaluran zakat yang bersifat produktif, memberdayakan, dan berupaya mengoptimalkan potensi yang dimiliki mustahik sehingga mereka memiliki daya tahan yang baik pada jangka panjang. Baik pendistribusian maupun pendayagunaan, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Oleh karena itu dengan adanya Amil Zakat yang profesioanal dibawah Lembaga yang diakui pemerintah yang fungsi utamanya menghimpun Zakat, Infak dan Sedekah dari orang kaya yang kemudian disalurkan kepada orang miskin dengan tujuan dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau dapat memberdayakan orang miskin yang dibina dalam program seperti UKM, Bantuan Modal Usaha dll sehingga mustahik/Orang miskin memiliki tambahan penghasilan yang tentunya dapat meringankan beban kehidupanya. (Penulis adalah Sekretaris Prodi Manajemen Bisnis Syariah FAI UMSU/Ketua Umum IKA FAI UMSU/Wakil Ketua PDPM Kota Medan)